Hidup itu seperi roda yang berputar. Kadang kita di atas, kadang kita
di bawah.
Hidup itu panggung sandiwara. Hanya fiktif dan fana belaka.
Hidup itu seperti rimba. Siapa yang cepat dialah yang dapat.
Ya, itulah hidup. Seperti pertarungan
sengit dalam film The Hunger Games.
Masing-masing saling berebut untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Bahkan
kadang mereka dengan sadar mengambil apa yang orang lain inginkan agar orang
tersebut tidak bisa mendapatkan apa yang mereka impikan. Tak pandang tua muda, tak
pandang jauh dekat, tak pandang teman ataupun sahabat. Karena pada dasarnya
kita semua adalah manusia. Serakah, ingin menang sendiri, ingin jaya sendiri,
ingin dipuji, ingin dielu-elukan. Sifat manusia yang pasti dimiliki oleh setiap
manusia. Karena pada dasarnya manusia itu ingin dihargai, ingin dianggap, ingin
dilihat. Mau mengelak? Atau menolak? Tak perlu. Cukup tanyakan pada diri
sendiri saja, lalu biarkan hati yang berbicara. Sudah berapa banyak dusta yang
kita lakukan? Sudah berapa banyak manusia yang kita rebut kebahagiaannya? Sudah
banyak. Banyak sekali. Sudah banyak dusta yang kita lakukan hanya demi membela
diri dan melindungi eksistensi. Sudah banyak orang yang kita ambil
kebahagiannya bahkan ketika kita tidak sadar, saking seringnya. Sudah banyak
orang yang tersakiti karena tak kita anggap dan sering kita abaikan. Pernahkah
sesekali terlintas dalam pikiran kita tentang mereka yang telah kita ambil
haknya? Pernahkah kita membayangkan berada di posisinya? Pernahkah, sekali
saja, kita memikirkan betapa sakitnya hati mereka yang telah kita dzalimi
sengaja maupun tidak? Jika pernah, Alhamdulillah. Jika tidak, cepatlah berubah.
Jangan sampai hati menjadi mati, sehingga lupa diri, dan tak ingat mati.
Dalam hidup, kita memiliki banyak
stakeholder yang memengaruhi pribadi
kita. Keluarga adalah peran penting yang paling utama. Disana, karakter kita
akan terbentuk. Disana juga, pola berpikir kita akan tercipta. Mungkin sedikit
sekali yang memiliki karakter dan pola pikir yang sama, bahkan cenderung tidak
ada. Itulah mengapa menghargai itu lahir. Karena tidak semua orang sama dengan
kita, tidak semua orang berpikiran seperti kita, bahkan tidak semua orang
berperasaan seperti kita. Banyak dari mereka yang berbicara tanpa berpikir terlebih
dahulu, asal bunyi, asal tembak, tanpa melihat siapa lawan bicaranya, tanpa
membayangkan jika kita berada di posisinya. Memang, bisa dibilang ini merupakan
masalah klasik yang sudah basi untuk diulik. Sudah tak menarik lagi jika kita
tarik sebagai bahan pembicaraan disela-sela kegiatan. Namun, entah mengapa hal
ini tetap saja mengusik ketentraman hati setiap kali melangkah dan melihat
wajah para manusia yang selalu saja menjunjung tinggi jabatannya. Mereka
seperti malu-malu dan tak mau tau yang lain. Mereka selalu menuntut untuk
dikenal, namun tak mau mengenal. Mereka seolah tak membutuhkan yang lain, dan
yang lain dibuat seolah yang paling membutuhkan mereka. Padahal kita sama-sama manusia.
Sama-sama punya rasa, sama-sama ingin dimengerti, sama-sama ingin dihargai.
Menghargai bukan tentang siapa yang lebih tua siapa yang lebih muda. Menghargai
itu tentang rasa sesama manusia.
source: google. |
Lalu, untuk kita yang sering
didzalimi. Jangan pernah menganggap bahwa mereka itu jahat. Jangan pernah
berpikir bahwa mereka itu tak punya hati. Mungkin mereka sedang khilaf dan tak
sadar diri, mungkin memang karakter yang dibentuk seperti itu, atau mungkin
memang mereka belum diposisikan menjadi orang-orang yang didzalimi sehingga
mereka sulit membayangkan bagaimana perasaan orang yang sering mereka sakiti.
Jangan pernah dendam. Memang, sulit sekali melupakan betapa jahatnya yang
mereka lakukan. Namun cobalah lupakan saja, ikhlaskan, dan relakan. Namanya
juga hidup. Ada manis dan pahit. Biarkan itu menjadi urusan Tuhan. Ingat, Tuhan
tak pernah tidur. Dia selalu melihat setiap gerak-gerik hamba-Nya. Dia juga
selalu tahu keadaan hamba-Nya. Maka berdoalah dan memohon kepada-Nya. Jadilah
kuat, lanjutkan hidup. Bersabarlah, karena Tuhan bersama orang-orang yang
sabar.
Ditulis dengan ikhlas.
Surabaya, 21 Mei 2016.
0 Comment:
Posting Komentar