Sabtu, 31 Desember 2016

Terima Kasih, Kamu...

Alhamdulillah.

Sudah di halaman terakhir 2016.

Senang, sedih juga. Senang karena akhirnya bisa memulai yang baru, sedih karena banyak life plan yang belum berhasil dicapai selama 2016.

Ya thank you aja for everything di 2016. Apalagi yang terakhir nih, thank you banget sama Allah karena akhirnya Dia shows me the truth in the right time setelah menunggu dan berdoa hampir setahun lamanya hehe.

Resolusi? Gak ada sih. Soalnya udah buat life plan dari tahun 2015 haha *ceritanya sombong* *astaghfirullah ga boleh*. Set everything up and get ready for the next journey yeay!

Bismillah. Semoga tahun 2017 lebih baik dan lebih berkesan lagi. Everything goes right and I can struggle at all haha.

Thank you 2016.

Thanks for all you’ve done.

Thanks for the truth.

Time to move to the next book…


Surabaya, sore hari.
31 Desember 2016.
Share:

Selasa, 29 November 2016

Asal Kamu Tahu

Wanita itu aneh. Mereka memiliki indra perasa yang lebih tajam dibanding indra lainnya. Bahkan, indra mereka terlalu tajam sampai-sampai melukai dirinya sendiri. Wanita itu makhluk misterius. Yang entah kenapa populasinya terus bertambah dari waktu ke waktu. Yang membuat hal-hal ganjil muncul diantara kegenapan-kegenapan yang ada. Iya, wanita itu memang lucu! Mereka selalu membuat teori yang benar menurut kaumnya sendiri, namun tidak bisa disalahkan oleh kaum yang lain. Memang, wanita itu semaunya sendiri. Ingin diperhatikan, ingin dicari, ingin dikejar. Namun, mereka selalu sok bertindak elegan. Sudah jelas, bahwa wanita adalah pendusta yang ulung. Dia suka, tapi berlagak benci. Dia perhatian, tapi sok tidak peduli. Dia tahu, tapi selalu bersembunyi di dalam perahu. Dia sadar, tapi berpura-pura tegar. Walau lubuk hatinya porak-poranda, yang membuat air laut bermuara diujung matanya. Tak bisa dipungkiri, wanita adalah makhluk yang plinplan. Dengan angkuh ia berlari agar dikejar, pada akhirnya dia yang menyesal. Karena telah mengabaikan, karena telah meninggalkan. Hingga akhirnya ia hanya bisa diam dan meratapi ke-sok angkuhan-nya. Hanya bisa mengintipnya dari sela-sela selambu jendela. Hanya bisa memandangnya beranjak pergi tanpa mengucap sepatah kata. Hanya bisa menahan segala rindu yang terus mencekik tenggorokannya.

Namun, kamu harus ingat. Wanita adalah makhluk yang lembut. Kelembutannya diungkapkan dengan cara yang mungkin bagimu kasar. Kepeduliannya ditunjukkan dengan cara yang kontradiktif dengan orang kebanyakan. Kamu juga harus tau, wanita itu makhluk yang penyayang. Dia selalu kasihan melihat dirimu didzalimi. Dia tak pernah tega untuk benar-benar meninggalkanmu sendiri. Kamu juga harus paham, wanita adalah makhluk yang tulus. Ia tulus memberi, tak peduli bagaimana reaksimu, tak peduli kamu balik memberi atau malah beranjak pergi. Ia tidak mengharap lebih, walaupun seolah-olah kamu membalas perhatiannya, walaupun kelihatannya kamu menanggapi setiap gerak-geriknya.

Satu hal yang harus kamu mengerti, wanita tidak meminta tanggapanmu, tidak memohon sikap ramahmu, apalagi mengemis balasanmu. Wanita hanya butuh satu, kepastian. Kepastian akan sikapmu, atas segala tanggapan-tanggapanmu, atas segala ucapan-ucapanmu. Agar ia tak ragu menentukan sikap. Agar ia tak gelisah mengambil langkah. Agar ia bisa segera pergi dengan tenang, tanpa beban.

Teruntuk kamu, yang nampaknya belum tahu jawaban atas sesuatu yang seharusnya kamu tanyakan.


Surabaya, pagi hari.
29 November 2016.
Share:

Sabtu, 26 November 2016

Introspeksi

Ketika mata tertutup oleh tebalnya kabut,
dan hati seperti kosong tak berisi
dan tubuh seakan diselimuti dingin yang tak kunjung henti.
Disaat itulah akan disadari,
bahwa wudhu akan menjernihkan pandang,
bahwa doa akan mengenyahkan sepi,
bahwa sujud akan mendatangkan tentram.



Brebes.
1 Juli 2016.
Share:

Badai di Malam Hari

Bagai ranting di pepohonan.
Yang terombang-ambing oleh ketidakpastian.
Harapan hidupnya hanya ranting lain yang menyangga, pikirnya.
Namun, sang ranting dengan angkuh melepaskan pegangannya.
Meninggalkan luka, menimbulkan air mata.

Ketika keinginan tak sesuai dengan kenyataan, rasanya semua harapan melebur menjadi abu di tungku pembakaran.
Telanjur berhenti, telanjur memutuskan untuk menyudahi.
Padahal bisa jadi, angin yang semula ditakuti akan pergi.
Dan ranting yang sudah pergi akan kembali.
Walau itu hanya imaji,
Walau itu sebatas mimpi.

Sekarang, melanjutkan hidup adalah keputusan terbaik,
dan teguh pendirian adalah suatu keharusan.
Agar tak rapuh ketika badai datang,
agar tak runtuh jika hujan jatuh.
Sekeras apapun kenangan berembus,
sehebat apapun perasaan mengombang-ambing,
bertahan adalah pilihan terakhir yang harus dilakukan.
Meski hati terus menjerit,
dan sesak semakin menghimpit,
dan sakit selalu melilit.
Namun, matahari akan segera terbit.
Bangkit, do it.

Brebes.
Juni 2016.
Share:

Senin, 21 November 2016

Menyapa Yang Lama Hilang

Apa kabar kamu? Lama tak jumpa. Ketika ku ketuk pintu rumahmu, banyak sekali sarang laba-laba di sudut tembok. Aku jadi prihatin, apa yang sedang terjadi denganmu? Sampai-sampai kau tak sempat mengurus rumah cantik nan anggunmu ini. Aku gelisah, kamu tidak dalam keadaan baik-baik saja. Oh, tidak! Ada piring pecah di dapurmu. Wajan dan spatula juga masih bertengger diatas kompor gasmu. Bumbu dapur berceceran dimana-mana. Ada apa gerangan dengan dirimu? Tunggu dulu, ada satu yang aneh. Tempat tidurmu terlihat begitu rapi tanpa cacat sedikitpun. Bantalmu masih harum, lantai kamarmu dingin, mukenah dan sajadahmu juga tersusun indah di sudut kasurmu.

Kamu baik-baik saja?


Surabaya, ba’da Dzuhur
21 November 2016
Share:

Jumat, 02 September 2016

Karena Kamu


Aku menutup Agustusku dengan perasaan yang campur aduk, tak bisa didefinisikan, tak bisa diungkapkan dengan lisan. Seperti api yang membakar kayu, seperti kilat yang menyambar hebat. Mataku menjadi tajam. Menolak untuk menoleh, tetap tegak ke depan. Masa bodo dengan orang-orang disekitar. Bahkan perangaiku berubah drastis. Menjadi sinis, tak meringis, tak humoris. Mungkin mereka telah melihat sisi seramku. Ketika berjalan, mata menatap tajam ke depan, bibir terpasang datar, dan berjalan seolah tidak ada orang.

Aku belum bisa mengerti bagaimana mengendalikan perasaan. Selalu ada saja orang yang menjadi korban kesinisanku. Selalu ada saja orang yang menjadi korban pelampiasanku. Ya, aku masih belum bisa mengendalikan perasaan. Aku selalu tak bisa meredam emosi ketika orang lain berusaha mendekatinya, mencari perhatiannya, tersenyum padanya, menyentuh bajunya, hingga meminjam jaketnya. Aku lebih tak bisa meredam emosi ketika orang lain itu adalah temanku sendiri. Memang, tidak ada kesepakatan dalam perasaan. Karena perasaan itu adalah hak semua manusia. Karena perasaan itu tidak bisa dipaksa. Tetap saja, aku selalu gagal paham terhadap orang-orang yang selalu berusaha mencuri perhatiannya. Padahal kamu tahu bagaimana perasaanku untuknya. Padahal kamu melihat bagaimana bahagiaku ketika berhasil berbincang dengannya. Dan kamu pun tahu betapa bencinya aku terhadap sikapmu itu. Sehingga kamu berusaha melakukannya ketika tidak ada aku.

Oh, tidak. Ternyata kamu tidak tahu. Ternyata kamu tidak paham. Terhadap sikapku ketika kamu berusaha mendekatinya. Terhadap mataku yang seolah enggan melihatmu. Terhadap senyumku yang diukir terpaksa hanya karena kamu adalah kamu. Kamu yang selalu bertingkah lucu dan menggemaskan, sampai-sampai aku harus menahan emosiku untuk menegur tindak tandukmu. Sampai-sampai aku memaklumi bahwa sifatmu memang begitu. Sampai-sampai pada akhirnya, aku menyesal melakukan itu.

Aku menyalahkan diriku sendiri terhadap semua asumsiku selama ini. Bahwa manusia harus menjaga perasaan manusia lainnya. Bahwa manusia harus menjaga kedamaian manusia lainnya. Bahwa manusia tidak boleh menjadi musuh dalam selimut manusia lainnya. Bahwa teman tidak boleh makan teman lainnya. Bodoh. Bodoh sekali. Mana ada manusia yang mau menjaga perasaan manusia lainnya? Selagi hatinya bahagia, kenapa tidak? Selagi bisa menunjukkan bahwa mereka satu langkah lebih maju, kenapa tidak? Aku merenungi sikapku selama ini.

Namun, aku tidak menyesal. Karena aku berbeda dengan lainnya. Karena setidaknya, aku cukup berhasil menghargai manusia. Karena setidaknya, aku tahu bagaimana perasaan manusia ketika kesukaannya direbut oleh yang lainnya. Itulah yang membuatku tak ingin mendekati kesukaanmu, mencari perhatian orang terkasihmu, tersenyum pada sumber semangatmu, menyentuh baju milik kecintaanmu, hingga meminjam jaket pada orang yang saat ini memenuhi ruang hatimu. Aku menghindari itu. Aku menjaga perasaanmu. Bukan karena kamu temanku, tapi karena kamu, manusia.



Surabaya, dini hari.
1 September 2016.
Share:

Sabtu, 16 Juli 2016

Mengungkap Sejarah Bersama Wanita Tiga Generasi

Siang itu, saya memutuskan untuk bercengkrama dengan nenek saya. Alih-alih mengobrol, saya malah mendapat wejangan dan pengalaman dari wanita tiga generasi itu. Awalnya hanya bercerita tentang orang nyasar yang pernah duduk di depan rumah, bicara ngalor-ngidul nyambungnya ke masa penjajahan zaman Belanda. Sontak saja saya langsung pindah tempat duduk dan mulai mengikuti alur cerita yang dibilang maju tapi mundur, dibilang mundur tapi maju, dibilang campuran tapi terlalu acak adul. Terlepas dari alur cerita yang entah mengikuti aliran mana, benak saya pun tertantang untuk bertanya (sekalian ngetes seberapa jauh ilmu sejarah yang saya pelajari saat SMA, haha). Ternyata, ya not bad lah. Satu dua pertanyaan berhasil diajukan, dan rasa penasaran saya pun sedikit terbayarkan.

***

Brebes, 14 Juli 2016.

“Dulu itu waktu uti di Jakarta kerja jadi perawat” kata beliau mengawali ceritanya. Saya sebagai lawan bicara yang sopan berusaha untuk merespon obrolan itu dengan mengangguk, kan kasian kalo gak disautin hehe.

“Pernah suatu hari waktu uti pulang kerja, lewat depan rumahnya A. Yani. Terus uti liat banyak abu di depan pagernya, uti liatin terus kok kaya ada bercak darah. Mana jalanan sepi banget, cuma ada tentara. Terus uti di bilangin sama temen uti suruh cepet-cepet pulang soalnya gak ada kendaraan. Akhirnya uti panik. Terus ada mobil lewat, uti berhentiin. Uti minta tolong buat anterin ke tempat pemberhentian bis (yang jaraknya jauh banget). Ndilalah orangnya gak mau, terus uti bilang ‘nanti saya bilang ke pak satpamnya kalo bapak cuma nganterin saya’. Akhirnya mau dia. Dan waktu nyampe itu pas banget bisnya mau berangkat. Coba tuh bayangin kalo udah berangkat”.

“Di jalan itu seeeeeepi banget gak ada apa-apa cuma tentara.” Mungkin kaya di Bali waktu nyepi ya. Sepi gak ada apa-apa, cuman kayanya lebih sepi lagi. Soalnya kalo pas nyepi di Bali dulu, masih banyak anak-anak yang main ke jalan raya, include me haha.

Lalu, cerita berlanjut setelah sampai di rumah. Beliau mendeskripsikan bagaimana mencekamnya suasana zaman PKI dulu.

“Dulu tuh ada kaya rumah gede yang isinya dosen dari seluruh Indonesia. Jaraknya dari rumah uti itu, kalo rumah uti disini, rumah itu di belakang situ (kira-kira 200 meter lah).” Gila, deket banget.

“Terus suatu hari, dosen itu ngadain seminar keilmuan, gratis. Yang ikut nanti bakalan dapet pangkat tinggi, jadi orang penting lah pokoknya. Kan siapa sih yang gak mau dapet pangkat tinggi.” Beliau berhenti sejenak, tarik napas kali ya hehe.

“Terus ada temen uti yang ngajakin dateng, tapi uti gak mau. Abis pulang kerja, capek. Uti bilang gitu ke temen uti. Tetep dipaksa. Uti tetep gak mau dateng.”

“Eh ndilalah, sebulan kemudian rumah itu dibakar han sama tentara! Ternyata itu PKI!! Untung uti gak ikut kan, untung banget itu. Coba bayangin kalo uti ikut.” Disuruh bayangin mulu.

“Terus waktu itu kan pas bulan syuro (kalo gak salah). Orang-orang desa itu pada masang bawang merah satu, lidi satu, sama cabe bengkok satu di atas pintu. Katanya kalo gak masang nanti dibawa Nyi Roro Kidul ke pantai selatan, alias mati. Ibunya uti maksa uti buat masang, tapi uti gak mau, uti nolak, buat apa sih masang gituan kok percaya banget sama gituan. Ibu uti maksa terus, yaudah akhirnya uti turutin aja.” Dan ketika itu, saya mulai menerka-nerka cerita selanjutnya apa. Dan ya, dugaan saya benar.

“Eh ternyata itu simbol PKI han!! Tentara-tentara udah pada bakar-bakarin rumah yang ada gituannya. Tetangga uti, belakang rumah uti. Akhirnya uti sama ibu uti cepet-cepet nyopot itu han. Coba deh, kalo orang gak tau apa-apa kan kasian tuh tiba-tiba dibakar.”

source: google

Dari situ, beliau juga menceritakan betapa saru dan susahnya membedakan teman atau lawan. Sebagai rakyat biasa yang gak tau apa-apa, cuma tau kalo PKI sedang melanda, mudah sekali terbawa isu yang mengatasnamakan adat Jawa, keselamatan, dan pangkat tinggi. Karena teman bisa jadi lawan, dan yang kita kira lawan, bisa jadi benar-benar lawan.

Cerita tentang betapa dahsyatnya manuver PKI belum selesai gengs. Ada suatu hari, uti saya didatangi temannya, disuruh tanda tangan surat yang katanya kalo tanda tangan bakal diangkat jadi kepala bagian. Karena uti saya orangnya gak sebodoh dan selugu orang-orang lain, doi gak percaya begitu aja. Terus doi disuruh baca dulu isi suratnya. Dan doi tanya ke temannya, ternyata temannya itu gak tanda tangan (teman macam apa ini). Dengan cerdasnya uti bilang “Kalo kamu gak tanda tangan aku moh tanda tangan.” Temannya pun membalas bahwa ia ingin jadi bawahan saja, yang penting dapat gaji. Uti pun membalas temannya dengan jawaban yang sama. Dan ketika sampai di tempat kerja, banyak temannya yang tanda tangan surat itu. Gila, pada haus jabatan semua ternyata. Namanya juga manusia wkwk. Ya pasti kalian udah tau fakta dari surat itu apa, siapa yang tanda tangan berati dia PKI. Gotcha! Sekali lagi, keberuntungan menyertai uti saya.

Terus suatu ketika, rumah uti saya digeledah sama tentara. Dan waktu itu posisinya doi lagi kerja, cuma ada ibunya doi dan dua anak uti saya yang sekarang jadi budhe saya. Dengan sekuat tenaga ibunya uti menyelamatkan surat-surat, harta perhiasan, dan kasur. Ketika digeledah, tentara menemukan lambang celurit (lambang PKI) di depan got rumah uti. Alhasil, tentara segera bongkar rumah uti saya. Setelah diacak adul sama tentara, gak ada bukti kalo doi adalah PKI. Selamat. Dan katanya uti, teman-teman doi yang ngajakin seminar keilmuan, ngajakin ke senayan buat main, yang tanda tangan surat jadi kepala bagian, ketangkep semua sama tentara. Gila. Saya gak bisa bayangin aja betapa seremnya waktu itu. Dan betapa hebatnya uti saya menepis semua godaan-godaan duniawi yang ternyata PKI, salut.

“Terus waktu itu katanya Soekarno diculik gak tau kemana. Orang-orang pada panik, pada nyariin Soekarno dimana. Akhirnya radio RRI bilang kalo rakyat tidak perlu panik. Nanti Soekarno akan ngomong langsung dihapadan rakyat Indonesia lewat radio. Udah deh, orang-orang pada gak bisa tidur nungguin siaran radio.” Lanjut uti saya.

Lalu, beliau menirukan kata-kata Soekarno yang diucapkan kala itu. Uti saya masih inget aja, saya aja udah lupa haha. Pokoknya, Soekarno bilang jangan sampai ada pertumpahan darah, kita harus bersatu, kita harus merdeka seutuhnya. Gitu.

Setelah itu, uti saya ngelanjutin cerita “Dulu uti waktu kecil pernah salaman sama Soekarno han.” Dengan bangga dan senyum, uti saya pamer kaya gitu. Gila, masih aja bisa pamer haha.

“Ayahmu uti ceritain gitu awalnya gak percaya. Terus tanya ibumu, ternyata bener hahaha.” Senyum kemenangan menghiasi wajah uti saya yang gak ada abis-abisnya cerita.

“Dulu kan bapak uti tentara AL, sering keluar masuk istana (pantesan). Pernah waktu ulang tahunnya Bung Karno itu bapak uti diundang, terus bapaknya uti ngajak uti buat ke istana. Ya uti ikut. Uti tuh seneng kalo pergi-pergi ke tempat-tempat kaya gitu han. Akhirnya disana uti duduk sama ibu-ibu, menteri kali ya. Terus uti ditawarin makanan. Banyak banget makanannya gak berhenti-henti, ada makanan Belanda, Itali, makanan Jawa, banyak deh pokoknya.” Enak bener ya uti saya.

“Terus kan salaman sama bung Karno, uti ditanya han ‘Kamu kelas berapa?’ 3 SMP bung, jawab uti. Terus bung Karno nepuk-nepuk pundak uti sambil bilang ‘Belajar yang rajin ya, belajar yang pinter. Biar bisa berguna untuk nusa dan bangsa’. Terus belakangnya uti udah ndorong-ndorong uti, akhirnya yaudah uti langsung ke bapak uti yang udah nungguin di luar”. Coba deh bayangin, ditepuk-tepuk sama pahlawan! Mau juga :3.

Cerita belum berakhir, doi melanjutkan cerita zaman penjajahan dulu dikala Jepang dan Belanda saling berantem memperebutkan Indonesia. Ciyee, Indonesia aja ada yang ngerebutin, kamu ada gak? :v. Dulu itu, uti dan keluarga masih tinggal di Purwosari, masih kecil. Dan waktu itu lagi zamannya perang. Tembakan dimana-mana, pesawat penjajah dimana-mana, coba aja kalian bayangin. Terus setiap ada sirine, orang-orang pada sembunyi di galian lubang, sampe aman. Setiap hari kaya gitu, bayangin tuh berapa tahun. Dan doi ceritain tentang bapaknya.

“Bapak uti dulu dibawa tentara Belanda naik kapal ke Makassar. Terus ada berita kalo kapal Belanda di bom sama Jepang, yang kena itu kapal nomer 3, 4, 5. Dan katanya bapak uti naik di kapal nomer 3.” Saya langsung nelen ludah, herannya uti saya cerita itu dengan muka tabah. Biasanya doi selalu nangis kalo cerita sedih.

“Udah tiga tahun han bapak uti gak pulang. Akhirnya ibu uti mau buat selametan ke-1000 hari. Kalo gak pulang yaudah, mungkin udah dipanggil Allah.” Diam sejenak.

“Sorenya, ada yang teriak kalo bapak uti pulang. Ada laki-laki dateng ke rumah, jenggotnya panjang banget, rambutnya gondrong, pake caping, uti sampe takut waktu itu. Setelah dicukur, uti baru mau deketin bapak uti hahaha. Ternyata, bapak uti itu naik kapal yang ke Kalimantan. Terus disana, bapak uti sama dua temennya ditolongin sama Sultan Kalimantan, disuruh tinggal disitu dulu. Habis itu baru dinunutin ke Tanjung Priuk (Perak apa Priuk ya, lupa gue haha). Terus bapak uti jalan kaki ke Purwosari dari sana. Gak berani lewat kota, lewatnya rumah-rumah penduduk desa. Lewatin gunung slamet sini, hutan, makanya kan jadi gondrong gitu.” Mungkin ini salah satu alasan kenapa saya suka naik gunung, karena uyut saya dulu juga sering naik-turun gunung haha.

“Terus dulu pas uti sekeluarga pindah ke rumah dinas di Tegal, eh disuruh balik ke daerah asal gara-gara ada Jepang. Akhirnya uti sekeluarga naik kereta ke Purwosari. Inget banget itu ada filmnya Kereta Terakhir, ya bener itu emang beneran. Jadi pas lewatin lorong gitu, gerbong yang uti naikin kebakaran gak tau kenapa. Akhirnya tentara-tentara disitu pada nolongin, uti digendong terus dibawa ke luar. Dibawahnya kan kaya ada sungai tapi dangkal, uti di lempar kesitu.” Anjir, ini uti gue salah ngomong apa gue salah denger ya haha.

Lalu, saya pun bertanya tentang Supersemar. Dan uti saya menjawab.
“Kata orang istana dulu ya, waktu itu Soeharto datengin Soekarno di istana. Tentara-tentara udah jaga di dalem sama di luar istana. Soeharto bilang ke Soekarno ‘Pak, tanda tangan ini’ terus Soekarno nya marah, apa-apaan ini. Soehartonya ngelanjutin ‘Tanda tangan, atau mati’ sambil nyodorin pistol. Akhirnya, Soekarno ngalah. Ia melakukan demikian sekali lagi agar tidak terjadi pertumpahan darah.” Cerita ini, pernah saya baca di buku sejarah kala SMA dulu. Walaupun banyak versi, tapi uti cerita dengan mengambil versi ini, baiklah.

Akhirnya, Soekarno diasingkan. Disembunyiin dari pengetahuan rakyat. Kalo gak salah terakhir di rumah istrinya yang dari Jepang itu, Dewi Ratnasari kalo gak salah. Tapi tetep aja, walaupun udah diumpetin masih aja ketahuan rakyat. Emangnya kalo orang baik mah selalu dicari-cari. Akhirnya Soekarno dilarang keluar kamar, sampe beliau jatuh sakit gak bisa apa-apa. Bahkan keluarganya pun gak boleh jenguk. Dan Rahmawati nekat menemui bapaknya, dan bapaknya bilang kalo beliau itu dibenci bawahan, dicintai rakyat. Bilang juga kalo beliau udah gak kuat, pokoknya ngasih wejangan deh. Dan akhirnya kabar Soekarno meninggal tersebar.

“Uti ngajak budhemu sama temen uti buat ngeliat jenazahnya bung Karno. Yaampun han, penuh banget jalanan kaya semut. Akhirnya uti nekat aja nerobos-nerobos. Emang, uti tu nekat kalo masalah kaya gitu, seneng sih haha.”

“Terus wajahnya bung Karno gimana ti?” saya penasaran.

“Wajahnya itu bersih han, kaya senyum gitu. Bersih deh pokoknya. Orang-orang tuh pada nangis pas ngeliat jenazahnya bung Karno. Teriak-teriak bung Karno. Ya uti ikut nangis kejer juga hahaha.”

Dan setelah itu, uti bercerita layaknya guru sejarah. Saya pun bertanya tentang tragedi ’98 yang katanya mencekam. Setelah diceritakan, ternyata kerusuhan itu bermula pada tembakan peringatan yang dilakukan oleh seorang tentara. Tentaranya gak tau kalo diatasnya itu ada orang, udah deh, rusuh kaya yang di film ’98 itu. Sampai kepada pemerintahan Megawati, cerita berakhir.

***

source: google

Dari segelintir cerita yang dilontarkan, saya bener-bener salut sama keteguhan dan kekokohan uti saya. Karena kalo sedikit aja uti saya lengah, mungkin saya tidak ada di dunia ini, tidak bisa melihat betapa indahnya ciptaan Allah. Pantai, gunung, air terjun, dan kamu *eak. Dan mungkin kalian bertanya-tanya kemana akung saya berada ketika zaman PKI melanda. Saya pun demikian. Kata uti, akung sibuk kerja. Itu. Dan pertanyaan yang dulu sempat terbesit kenapa Soekarno ini, kenapa Soekarno itu, kenapa Soekarno kayanya gampang banget dilemahkan. Itu semua bisa tersirat dari jawaban beliau yang selalu mengatakan agar tidak terjadi pertumpahan darah antara rakyat Indonesia.

Saya merasa ilmu sejarah saya cetek banget, gak ada apa-apanya. Rada nyesel dulu sempet tidak suka sama pelajaran sejarah, sempet manggil guru sejarah SMA dengan nama yang tidak seharusnya *pea banget gue*. Makanya, jangan pernah ngelupain sejarah. Kalian boleh aja benci sama masa lalu, tapi jangan pernah melupakan yang sudah lalu. Yang lalu biarlah berlalu, tapi yang lalu masih berlaku. *mantab*

Bener-bener tiga generasi. Dan cerita ini juga hanya seper sekian dari sejagatnya pengalaman uti saya. So, buat kalian yang suka sejarah, atau produser yang mau bikin film sejarah, atau yang hanya mau modus aja deketin saya *pede amat*, bisa nih datengin uti saya. Alamatnya di Jalan Tentara Pelajar, Limbangan Kulon, Brebes :D. Uti sama akung terkenal kok se-antero Brebes, pada zamannya dan orang-orang seperjuangannya.

Di akhir perbincangan yang memakan waktu hampir dua jam ini, uti nyampein pesan ke saya.
“Kalo udah di atas jangan terlalu seneng dan jangan sombong. Kalo di bawah juga jangan terlalu sedih dan merasa menderita. Hidup itu ada suka dan dukanya.”


Brebes, pagi hari.
16 Juli 2016.
Share:

Rabu, 13 Juli 2016

FILOSOFI KETUPAT

Siapa sih yang gak kenal ketupat? Salah satu makanan khas yang sudah mendunia se-antero jagat raya (lebay) yang banyak ditemukan di hari raya baik idul fitri maupun idul adha. Disini, saya gak akan membahas panjang lebar dikali panjang diagonal-diagonal *apaan sih han* tentang sejarah dan asal-usul ketupat. Kalo masih penasaran silakan aja googling atau tanya eyang-eyang kalian yang hidup di zaman Kerajaan Demak tepatnya abad ke-15. Kalo males googling, yaudah lanjutin baca postingan ini aja ya sampe abis *haha*.

Pada umumnya, ketupat itu berbentuk layang-layang, bukan ketupat(?). Ini beneran. Mungkin kebanyakan orang menganggap bahwa bentuknya ketupat itu ya ketupat atau lebih familiar kalo saya katakan seperti bentuk wajik. No guys, it’s literally wrong. Coba sekarang saya tanya, pernah liat ketupat yang panjang diagonal-diagonalnya sama? Yang menurut teori matematika kalo ketupat/wajik itu panjang diagonalnya sama, pernah gak? Gak pernah kan. Ketupat-ketupat yang sering kita lihat di mall-mall yang bentuknya terlihat seperti ketupat itu juga gak literally ketupat, diagonalya pasti gak sama plek plek (?), gak perfectly bentuk ketupat. Karena emang di dunia ini gak ada yang sempurna hahaha.

Udah bosen? Tenang-tenang. Kali ini bakalan bahas sesuai dengan judulnya: FILOSOFI KETUPAT. Jenis-jenis ketupat beda-beda antara daerah satu dengan lainnya. Walaupun berbeda-beda, tapi tetap sama bahan-bahannya:
1. Daun kelapa/janur
Kenapa janur yang dipakai? Karena kalo kita pake pita kaya ketupat yang di mall-mall entar gak bisa menahan betapa beratnya beras *seberat apasih beras*. Janur sendiri usut punya usut berasal dari kata jatining nur yang artinya hati nurani. Ketupat aja punya hati nurani, masa kamu enggak?
2. Beras
Yha, kalo gak pake beras mau pake apa? Ketan? Mahal. Udah, beras paling cocok deh pokoknya *maksa*. Dan beras ini dipilih juga sebagai simbol nafsu duniawi.
3. Anyaman
Sebenarnya ini bukan bahan sih, tapi ciri khasnya ketupat. Karena bukan ketupat namanya kalo gak dianyam. Dan anyaman ini menyimbolkan bahwa dunia itu kadang di atas, kadang di bawah, persis anyaman yang silih berganti menindih dan ditindih. Selain itu, anyaman yang terlihat mudah namun cenderung sulit itu menyimbolkan betapa ribet dan riweuhnya kehidupan, banyak tantangan dan halangan yang harus dilewati, hingga akhirnya mempertemukan ujung janur yang kanan dan kiri.

Screenshoot. Terima kasih kamu.

Kesimpulannya adalah ketupat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani, dimana dengan payah dan banyak godaan yang mengusik hati harus kita lewati untuk mencapai satu tujuan, satu kemenangan yakni idul fitri. Setelah jatuh dan bangun membendung nafsu duniawi, menerjang badai menembus ombak (?), akhirnya kita merayakan kemenangan umat Islam pada tanggal 1 Syawal. Masya Allah.

Selain itu, ketupat ini mengajarkan kita untuk bersabar. Karena menganyam janur menjadi bentuk layang-layang tidak semudah menghabiskannya. Harus sabar, sabar, dan sabar. Karena yang kita hadapi adalah benda mati, tidak punya perasaan. Kadang ngadepin orang yang punya perasaan aja susah kan? :’). Kita juga harus konsentrasi dan pantang menyerah. Walau janurnya kadang suka suwewew, tapi kita harus tetep mengendalikan janurnya. Jangan sampe janur yang mengendalikan kita *azeek*.

Dan yang paling penting, ketupat itu mengajarkan kita untuk selalu bersabar dalam ekspedisi bertemu jodoh. Kita harus melewati jalan yang berliku-liku, gak jarang bertemu jalan buntu, harus mundur dan mencari jalan baru, hingga akhirnya bertemu dengan doi yang sudah disiapkan Allah sejak dulu :)). Haha.

Terima kasih udah baca sampe akhir. Walaupun rada gak jelas cenderung absurd, tapi insya Allah bermanfaat ya buat mengisi kelonggaran waktu kalian. Dan postingan ini saya buat mengacu pada foto yang diupload oleh salah seorang di instagram, dengan sebelumnya sebuah inspirasi menulis gara-gara abis bikin ketupat yang membutuhkan waktu 3 menit untuk satu ketupat, membanggakan :’).

Brebes, sore hari.
13 Juli 2016.


Share:

Resep #1 — Napis Kece (Naget Pisang Enak sebagai Camilan Lezat)

Maaf gelap ^^V

Bahan-bahan:
1.    Buah pisang matang 2 buah (dihaluskan)
2.    Telur 1 butir
3.    Santan 50 ml
4.    Roti tawar 1 lembar (dihaluskan)
5.    Tepung tapioka 50 gr
6.    Garam 2 sendok teh
7.    Gula Pasir 1 sendok teh
8.    Merica halus 1 sendok teh
9.    Bawang merah 3 siung (haluskan)
10.  Bawang putih 2 siung (haluskan)
11. Telur 1 butir (bahan pelapis)
12. Tepung roti 100 gram (bahan pelapis)
13. Margarin (untuk mengoles loyang)



Langkah Pembuatan:
1.    Campur pisang dengan telur, santan, roti tawar, tepung tapioka, garam, gula pasir, merica halus, bawang merah, dan bawang putih. Aduk hingga merata.
2.    Siapkan loyang ukuran 20 cm x 20 cm yang telah diolesi margarin.
3.    Tuangkan adonan ke dalam loyang lalu dipadatkan.
4.    Kukus adonan hingga matang, lalu diangkat dan dinginkan di dalam kulkas.
5.    Setelah dingin, potong adonan kira-kira seukuran persegi/sesuai selera.
6.    Lumuri dengan tepung tapioka dan celupkan ke dalam telur kocok lalu gulingkan ke dalam tepung panir hingga merata. Lakukan langkah ini dua kali.
7.    Goreng Napis Kece hingga matang (kuning kecoklatan).
8.    Napis Kece siap dihidangkan.

Hasilnya sekitar 10-16 pieces.


Kalo yang mau coba ya silakan, kalo gak mau coba yaa coba aja dulu because if you never try you’ll never know :) hehe. Oiya, kalo ada yang mau ditanyain atau kurang jelas, tanya aja di kolom komentar. Atau bisa tanya di askfm/line saya. Insya Allah fast respon.

Semoga bermanfaat! ^^

Selamat mencoba!!


This receipe was created by me on 19th March 2014.
Share:

Selasa, 05 Juli 2016

Cerita Hari Ini #5 — Mohon Maaf Lahir dan Batin

Assalamu’alaikum.

Alhamdulillah. Hari ini saur terakhir dan puasa terakhir di bulan Ramadhan, dan bisa jadi postingan terakhir edisi spesial Ramadhan tahun ini. Karena insya Allah besok udah lebaran *yeay*.


Pagi ini, saya mendengar dua kabar duka. Bukan, bukan tentang doi yang telah menemukan doinya. Yang pertama, kabar duka datang dari Madinah. Baru aja sekitar pukul 2 pagi ini (waktu Indonesia) atau sehabis buka puasa (waktu Madinah) dikabarkan telah terjadi bom yang katanya bunuh diri, subhanallah. Pertama dengernya jelas shock. Gak nyangka aja, Madinah gituloh. Tempat orang-orang seluruh dunia umroh, tempatnya makam Rasulullah, berani-beraninya ada yang ngebom disitu. Astaghfirullah. Saya jadi sedikit takut dan cenderung pesimis nih, dosa masih banyak, rukun Islam belum seutuhnya, rukun Iman belum sempurna, ya Allah :’(. Apakah bener kiamat sudah dekat??? Karena yang saya tau, ciri-ciri datangnya kiamat itu akan terjadi peperangan besar seperti zaman Rasulullah dulu. Astaghfirullah. Wallahualam. Makanya, kita jangan perang terus, harus cinta damai, menjunjung tinggi kesatuan, menghargai toleransi. Jangan berantem terus kaya gini, awalnya nyari-nyari, tengah-tengah tetiba pergi, akhirnya kaya orang gak kenal *apasih gohan, jangan flashback*. Kabar duka yang kedua *dan semoga terakhir*, datang dari grup whatsapp kelas SMA saya dulu. Salah satu teman mengabarkan bahwa ex headmaster of my senior high school had passed away at 2 o’clock. Gak nyangka, shock banget. Memang, saya dan beliau (almarhum) tidak begitu akrab karena ketika saya baru masuk SMA, beberapa bulan kemudian kepseknya ganti. Namun, saya sempat dikenal dan dibantu oleh beliau ketika proses masuk SMA dulu (karena beliau kenal kakak saya juga sih). Bener-bener dibantu banget coy. Yang asal kalian tau aja, proses masuk SMA saya yang asalnya dari luar kota Pasuruan itu lumanyun ribet. Kudu bawa surat keterangan dari dinas pendidikan kabupaten asal setempat, surat ini, surat itu, dan proses pemberkasannya juga ribet, dilempar sana, dilempar sini, udah kaya bola kasti aja. Ancol bet kan. Tapi berkat beliau, prosesnya dipermudah. Alhasil, saya bisa masuk di SMA itu tanpa harus dilempar sana-sini lagi. Tapi, setelah kepindahan beliau saya gak pernah ketemu beliau lagi, gak pernah tau kabar beliau. Hingga akhirnya hari ini, saya mendengar kabar beliau, yang terakhir. Waktu begitu cepat berlalu ya. Padahal kaya baru kemaren saya masuk SD, sekarang udah mau kuliah semester tiga aja *lebay*. Makanya, selagi masih di alam yang sama, tetep jaga silaturahmi. Jangan sombong, secuil pun jangan pernah sombong. Karena sebesar dzarah pun lo sombong, bakalan diancurin sama Allah. Inget, setinggi apapun posisi lo masih ada yang lebih tinggi dari lo, sekaya apa pun lo masih ada yang lebih berharta dari lo, sehebat/sekeren/secanggih apa pun lo, masih ada Allah yang Maha Segalanya. Yuk, kita saling ngingetin, saling menjaga dan memperbaiki diri, siapa tau orang tua aku kepincut sama kamu *eak :v*.

Oiya, kemaren saya habis body treatment looh. Di scrub doang sih haha. Dan fyi aja, kemaren adalah ma 1st experience scrub di salon. Karena saya pikir, ngapain juga pake nyalon timbang nyecrub doang. Scrubbing di rumah sendiri kan bisa juga. Tapi, semua berubah sejak negara tetangga nyari masalah. Scrubbing di rumah gak seenak discrub-in orang, dan mungkin lebih bersih discrub-in orang, walau rada geli-geli pasrah gitu. Dan rencananya kali ini mau facial home unyu-unyu :)))))). Gaya bener. Gapapa lah ya, setaun sekali ini. Mumpung ada waktu dan duit wkwk. Mumpung besok lebaran juga wkwk. Btw, apa kabar para pemudik yang terjebak macet di Brebes? Saya doakan semoga bisa segera sampai tempat tujuan dan besok bisa sholat id bersama keluarga besar di kampong halaman, aamiin.

Gak terasa, edisi spesial Ramadhan tahun ini udah mau berakhir aja. Semoga kita ketemu lagi tahun depan yaa *aamiin*. Maapin kalo ngepost nya cuma lima *sama ini*, maapin juga kalo ngepostnya gak penting dan galau mulu, maapin juga kalo ada yang tersungging gegara postingan saya. Insya Allah saya gak berenti nulis kok, karena nulis adalah bagian dari hidup saya *tsah, engak deng. Maap juga buat siapapun yang merasa saya gangguin, saya teror, atau yang pernah saya intimidasi. Semoga kita tetap menjaga tali persaudaraan kita ya, semoga blog gue semakin sarat makna dan kalian semakin betah baca *aamiin :D*. Terima kasih buat siapapun kalian yang udah baca dan setia sama blog saya *anggep aja ada ya haha*. Semoga Lost Stars nya cepet luncur ya haha :v.
Selamat Hari Raya Idul Fitri.

Selamat fitrah kembali.

Mohon maaf lahir dan batin.


Wassalamu’alaikum.

With love, yours.

Brebes, ba’da subuh.
5 Juli 2016.
Share:

Selasa, 28 Juni 2016

Cerita Hari Ini #4 — Move On Must Go On

Assalamu’alaikum.

Alhamdulillah, minggu terakhir puasa :)). Udah sampe juz berapa ngajinya? *azeek*.


Udah seminggu lebih saya gak ngepost edisi spesial Ramadhan, soalnya mendadak harus ngisi di sebuah acara, engak deng. Jadi ceritanya, seminggu kemaren tepatnya dari hari Selasa-Jumat saya ke Jakarta. Bukan tanpa sebab saya kesana, cuman tanpa alasan yang terlalu jelas sih hehe. Jadi rencananya tuh saya dan ibu cuma mau nganterin telor asin pesenan kakak saya buat dosennya, tapi tetiba sang dosen pergi entah kemana, berhubung tiket udah dipesen yaudah deh jadiin aja. Gak nyesel sih saya, kapan lagi ke Jakarta dengan tujuan main-main, yegak? Setelah hampir lebih dari 10 tahun saya meninggalkan Jakarta, akhirnya kemarin (minggu kemaren maksudnya) menginjakkan kaki di bumi, iyalah masa di langit. Banyak banget yang udah berubah, yang paling ketara itu KRL. Di jaman saya, belom ada tuh yang namanya KRL *idup di jaman apa gue*. Dulu orang lebih banyak yang naik Transjakarta (bukan busway, inget), sekarang sejak adanya KRL orang banyak yang beralih dari Transjakarta, puk puk trans…jakarta :’). Tapi kita patut mengacungi jempol buat PT KAI dan jajarannya, doi sudah banyak meng-upgrade diri. Dulu nih *pas gue kecil* kalo naek kereta kudu uyel-uyelan, rebut-rebutan, padahal udah beli tiket masing-masing tapi masih aja harus sempit-sempitan. Makanya dulu saya paling males kalo naek kereta, pasti disuruh masuk duluan, udah gitu kedorong2, mending kalo kedorong nabrak tembok, nah kalo nabrak ketek orang? :’). Tapi sekarang saya gak takut lagi buat naik kereta, karena fasilitasnya semakin bagus, keamanannya semakin ketat, dan pemesanan tiket semakin mudah. Terima kasih PT KAI *bukan endorse, tapi kalo mau diendorse ya silakan wk :v*.

Dan, kemaren (sampe sekarang) saya bener-bener stress. Bener-bener kaya gak punya gairah untuk hidup lagi *lebay amat*. Kayanya saya udah kecanduan sama yang namanya window shopping. Iya, kemaren itu saya menggunakan kesempatan emas beli kuota internet dengan poin dan sedikit pulsa, lumayan 200 MB. Perkiraan tuh bakal awet seharian penuh, tapi ternyata engak. Karena saya pake buat buka MatahariMall yang lagi diskon gede-gedean. Anjir 5 menit doang langsung amblas 200 MB saya huhu. Sedih banget. Udah kaya orang putus cinta aja rasanya *emang pernah? :v*. Lebih kaya gembel lagi nih, saya melakukan kesalahan bodoh yang sama untuk kesekian kalinya. Sumpah ini bodoh banget, pea, beg*, o*n, t*lol, suwewew, najis, hadas kecil, hadas besar, ancol, dufan, monas, jangkrik, kalajengking, ayam, bebek, ragunan dan seisinya, papaya, manga, pisang, jambu, belinya di pasar minggu, aaaahkk kamseupay banget. Kenapa sih saya gak dengerin otak saya aja? Kenapa harus dengerin hati saya? :’(. It’s too embarrassing gils. Motherfather brothersister banget :’(. Berati Allah lagi nguji keteguhan saya nih dalam menghadapi sesuatu, nguji keistiqomahan saya dalam menjalani sesuatu. Dan kali ini saya gagal lagi, gagal maning gagal maning :’(. Next saya harus bisa kuat nih, istiqomah, teguh, dan tidak terlena sama hati yang mengatasnamakan perasaan. Move on must go on!! Yeah.

Dan dalam rangka menghibur diri karena kehabisan kuota dan fakir cinta (?), saya memutuskan untuk menonton drama Korea, judulnya Master’s Sun. Itu drama sebenarnya udah lama banget. Dulu awal-awalnya udah sempet nonton, cuman karena mengandung hal yang tidak dianjurkan ditonton seorang diri jadinya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan nonton *bilang aja takut*. Tapi, tadi siang nyoba nonton satu episode doang, eh nagih :3. Ternyata tidak seseram yang saya bayangkan, eheh. Emang, dari kecil saya itu penakut dan sering dikatain penakut, emang takut sih :(. Pokoknya gak pernah berani nonton film horror sendiri *sampe sekarang*, harus ada temennya. Apalagi dulu pas lagi jaman-jamannya sinetron Disini Ada Setan, sok berani banget gak sih pake nonton tuh pelem. Suwewewnya lagi, pake percaya segala kalo hantu gepeng sama hantu kepala buntung itu nyata! Ah gila. Otak saya sudah teracuni oleh bisnis hiburan yang menyesatkan. Tapi untungnya saya cepat sadar kalo itu semua hanyalah fana belaka. Beranjak gede, masih ada bibit-bibit takutnya sih wkwk. Tapi karena pas saya di Pasuruan sering ditinggal seorang diri dengan rumah nenek yang telah berdiri sejak zaman ayah saya masih kecil, jadi yaa rasa takutnya udah ilang, dikit :v. Prinsip saya mah kalo kita gak ganggu mereka, mereka gak bakalan ganggu. Dan kalo kitanya gak takut, mereka gak bakalan nakut-nakutin kita, malah mereka yang lari kecirit takut sama kita. Alhamdulillah sih selama ditinggal sendirian itu gak ada hal-hal yang menakutkan. Felt save banget, apalagi di kamar. Berasa di surga deh, nyaman, tenang, damai, tentram. Kalo keluar kamar itu emang rasanya kaya ada yang ngintai, yang ngeliatin, tapi saya mah bodo amat. Orang gak ganggu si. Padahal kata temen-temen saya yang pernah ke rumah nenek saya, tu rumah serem banget. Ada kuntilanaknya, ada anak kecil gundulnya, ada penghuni kasat mata deh pokoknya. Makanya, untuk mengatasi hal yang tidak-tidak, setiap kali saya mau bobo pasti saya nyalain tv, terus saya tinggal ke kamar, kunci pintu, bobo deh. Alhamdulillah gak pernah tiba2 tv mati :’). Damai sejahtera :3. Cuman tu rumah kayanya udah gak senyaman dulu deh, especially kamar saya. Udah berasa seremnya. Hii. Saya emang kalo ditakut-takutin sama orang jadi takut, tapi kalo udah posisi seorang diri, keberanian saya meningkat 1000%. Yaa mau gimana lagi, orang sendirian :’).

Setidaknya Mater’s Sun sedikit melenakan saya akan kesalah bodoh yang saya lakukan, jadi sedikit menghibur. Pelajaran ya buat kalian, jangan sekali-kali tergoyahkan oleh hati. kalo dari awal udah memutuskan untuk move on, ya harus tetep lanjut move on gimana pun kondisinya dan apa pun hambatannya. Jangan flashback, jangan beranggapan doi itu mikirin elu. Boro-boro mikirin, inget elu aja kagak. Inget, udah berapa kali hati lo tersakiti? Walaupun sebenernya fantasi lo yang menyakiti dan bukan doi tersangkanya, tapi itu sebagai suatu indikasi bahwa lo harus sadar diri! Sadar bahwa Allah gak pengen lo terlena sama duniawi yang hanya menjerumuskan lo kepada kesengsaraan hati *tsah*. Bersyukurlah kalo lo merasakan sakit hati, itu artinya Allah masih sayang sama lo. MOVE ON MUST GO ON.

Wassalamu'alaikum.

With love, yours.

Brebes, menjelang subuh.
28 Juni 2016.
Share:

Sabtu, 18 Juni 2016

Cerita Hari Ini #3 — Mancing Bikin Baper

Assalamu’alaikum.

Alhamdulillah, lebaran sebentar lagi *padahal masih lama*.


Setelah dua hari kemaren saya tepar, akhirnya hari ini bisa ngeblog lagi walaupun tadi pagi sempet tepar lagi. Jadi, ceritanya tuh dua hari kemaren (dari hari Kamis) saya menjadi musafir strong. Gimana enggak, perjalanan dari Bali ke Brebes hampir 24 jam, padahal harusnya 20 jam. Bayangkan! *bentar gue bayangin dulu*. Terus di php berkali-kali lagih sama pahala kencana. Bayangkan! Yang katanya jam 4 udah dateng, jam 9 baru dateng. GILA. BENER-BENER GILA. Tapi sebenernya bukan kesalahan doi juga sih. Sebelumnya saya sempet berdoa biar sampe sana pas buka. Eh beneran dikabulin sama Allah. Mashaa Allah :’). Tau gitu saya berdoa biar cepet move on ya, duh kesalahan. Udah gitu nih, pas udah sampe Brebes, diperjalanan ke rumah uti ngeliat ada plang bertuliskan “Jual Madu *******”, inget lagi kan jadinya. Tuh kan, gimana saya mau move on orang diingetin mulu *padahal emang susah move on wkwk*. Setelah sampe rumah, beberes barang dan diri, sholat, langsung tepar. Sumpil deh itu kemaren saya antara mual dan pengen muntah tapi gabisa muntah. Nano-nano banget rasanya :(. Terus tadi pagi juga, tumbenan banget saya cepet cape. Ngecat kamar sama adek, baru setengah jalan udah ngos-ngosan. Padahal biasanya kerja rodi tetep kuat-kuat aja :’(.

Oiya, di blog sebelumnya kan saya bahas tentang mancing,  dan Alhamdulillah terlaksana walaupun hasilnya tidak sesuai ekspektasi :v. Ekspektasi saya sih bakalan dapet kepiting, ikan gede, terus banyak pula. Yeah, it was just imagination. Ternyata mancing ikan gak semudah mancing perkara. Butuh kesabaran, kejelian, dan yang paling penting adalah KEPEKAAN. Dengan umpan ikan yang udah mati dan baunya…kaya ikan mati (?), menggunakan tali pancing dan kait serta pemberat, kami memulai ekspedisi mancing mania! Pertama-tama, pasang umpan dikait, jangan gede-gede entar keenakan ikannya makan banyak, jangan kecil-kecil juga entar kasian ikannya makan dikit *mau lu apa sih*. Harus diperhatikan, umpan harus benar-benar terpasang secara kuat agar tidak mudah lepas dan tidak mudah dimakan. Selanjutnya, dalam hitungan ke tiga, cemplungkan tali pancing ke laut hingga ke dasar kolam. Tau gak, gimana kita tau kalo talinya udah sampe dasar kolam??? Jawab ya, yang bisa jawab nanti saya kasih hadiah :3. Setelah itu, kita tunggu beberapa saat. Disinilah kepekaan, kesabaran, dan kejelian kita ditantang. Kalo kalian bener-bener berjiwa pelaut sejati (?), pasti langsung dapet ikan. Jika kalian merasakan ada getaran-getaran aneh didada, dijari maksudnya, cepatlah manarik tali pancing ke permukaan sebelum ikannya lepas. Kalo ternyata pas udah ditarik gak ada ikan dan umpannya ilang, berati harus coba lagi sampe dapet. Kaya kemaren, saya baru dapet ikan itu pas percobaan ketiga. Dan itu rasanya bangga banget, seneng, pokoknya udah berasa pemancing sejati paling jago sedunia deh, padahal ikannya yang ditangkep ga gede wkwk. Setelah berkali-kali umpan ilang, saya mulai tidak bergairah memancing. Akhirnya saya bete, terus asal nyemplungin tali pancing. Eh gatau kenapa tiba-tiba pas ditarik rasanya berat, saya tarik lagi, pas sampe diatas kaitnya tinggal satu. Fix ikan gede makan umpan saya, aaaaak! Gairah saya mulai membuncah. Pasang umpan, lempar, tarik, ulur, kaya perasaan *baper*. Dan saya dapet cuma ikan kecil. Akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi semua ini *drama*, last umpan. Dan ketika saya sedang mengulur tali pancing, jelas banget terlihat ada ikan gede makan umpan saya. Buru-buru saya tarik, tarikk, strikeee! Boom!!! Kaitnya lepas lagi :’D. Motherfather banget ya, dua kali dimakan ikan gede tapi kaitnya putus semua. Kenapa harus kaya gini?? Kenapa harus putus disaat saya sedang cinta-cintanya…memancing. Pengalaman pertama mancing, not bad for beginner like me. Lumanyun lahh dapet ikan walopun kecil-kecil wkwk. Oiya, dianjurkan ketika sebelum nyemplungin tali baca basmalah, dan ketika nunggin umpan dimakan baca sholawat. Kenapa? Biar ga kesambet :v.

Setelah ngidam mancing (?) gara-gara sering liat orang mancing di empang asrama, kesampean juga mancingnya. Cuman kepitingnya belom nih, some day lah yaa wkwk. Oiya, kegiatan mancing ini sangat recommended dilakukan untuk ngabuburit. Karena gak terasa, gak bikin haus, gak bikin laper, cuman bikin baper. Dan kegiatan ini sangat manjur untuk menumbuhkan kesabaran, kejelian, dan kepekaan. Makanya, buat kamu, rajin-rajin mancing gih. BIAR PEKA!!! Terakhir, satu pesen saya. Yang pantes di tarik ulur itu pancingan, bukan perasaan *eak.

Wassalamu’alaikum.

With love, yours.
Brebes.
18 Juni 2016.
Share:

Rabu, 15 Juni 2016

Cerita Hari Ini #2 — Hari ke-sepuluh

Assalamu’alaikum.

Alhamdulillah udah hari ke-10 puasa yah. Semoga selalu diberi istiqomah untuk menjalankannya sampe lebaran nanti. Aamiin.

Udah seminggu lebih juga nih saya gak post edisi Ramadhan hehe. Because I’m to busy to write, engak deng. Jadi ceritanya, selama seminggu ini saya ngebo mulu. Habis sholat subuh, langsung ritual lagi sampe dzuhur. Bingung binti herman juga sih kuat banget saya ngebo enam jam gitu haha. Dasar gak produktif! Eh produktif kok, saya belajar make up dasar dan tutorial hijab :3 #eheh. Alhasil muka saya tumbuh jerawat nakal deh huhu :(.

Oiya, besok saya sekeluarga (minus ayah) mau ke Brebes loohh *cihuy. Akhirnya, setelah dua tahun gak kesana. “Loh, di Brebes mau ngapain?” mau ngecer bawang merah sama telor asin -_-. Yekali. Di Brebes itu tempat tinggal nenek saya dari ibu, kami (kalau ada rezeki berlebih) selalu kesana setiap lebaran. Alhamdulillah tahun ini bisa kesana, yaa karena adek saya mau sekolah disana juga sih ekekekek. Dan hari ini, nggak hari ini juga sih. Yaudah malam ini, adalah malam terakhir saya di Bali *backsong ala-ala film(?)*. Kenapa? Karena sepertinya, habis dari Brebes saya langsung ke Surabaya, bertemu dengan rutinitas, bertemu dengan mantan…(emang punya?). Dan dari kemaren-kemaren jiwa petualang saya sedang menggebu-gebu. Pengen naik gunung lagi, tapi kayanya bau-bau pesimis udah kecium. Soalnya ibu saya (akhirnya) tau ada pendaki ilang di Semeru. Terus beliau lanjutin cerita horror tentang pendaki semeru yang ketemu sama penghuni semeru, setelah sebelumnya cerita pengalaman beliau ketemu leak, pas banget ceritanya tengah malem lagih, kurang horror apa coba. Tapi tetep aja hororan bau minyak kayu putih dibanding cerita ini. Iya, saya emang alergi banget sama bau minyak kayu putih. Suka herman sendiri ngeliat orang yang sampe nge-fly nyiumin minyak kayu putih, apa nikmatnya :(. Mungkin mereka (minyak kayu putih lovers) heran juga kali ya ngeliat saya gak suka sama aroma wangi semerbak bagaikan bunga eddleweis *ngaco*. Usut punya usut sih, dulu katanya saya pas bayi doyan banget makan, udah kenyang teteep aja ngunyah mulu gak ada berentinya. Akhirnya muntah tuh, dimandiin minyak kayu putih *dimandiin broh*, abis muntah bukannya kapok makan malah makaaaan lagi. Saking demennya makan, remah-remah gak jelas yang berceceran di lantai saya makan juga! Bahkan tai cicak sekalipun! *sejak kecil udah debus*. Tapi itu dulu, ketika ingatan dan indra perasa saya belum sekuat sekarang wkwk. Kalo sekarang sih….tetep doyan makan hahaha! Kecuali timun dan kemangi dan kubis mentah. Setiap kali makan penyetan pasti barang-barang itu saya kasih ke kambing semua *thanks ya mbing :))*. Dan saya udah dari sejak kapan tau pengen banget kepiting, apa enggak lobster. Udah lama gak makan kepiting :(. Dulu tuh waktu masih jaya-jayanya Kerajaan Majapait (?), saya sering banget makan kepiting sama lobster. Pengen kepiting? Tinggal ambil! Gak usah bayar! Lobster???? Tinggal bilang! Langsung dateng sendiri! Gratis! Makmur banget kaaan *soalnya saya tinggal makan wkwk*. Rencananya sih hari ini mau mancing di karamba ayah. Mancing Hania, mantab!! Siapa tau dapet jodoh, eh maksutnya kepiting wkwk. Atau at least lobster lah yaaa haha aminin aja udah wkwk.

Seneng banget emang, bahagia rasanya kalo apa-apa yang kita pengen itu selalu terkabul. Tapi, harus inget. Gak semuanya yang kita pengen itu harus terpenuhi, karena Allah memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Allah Maha Tahu apa-apa yang terbaik buat hamba-Nya, termasuk jodoh….*jodoh lagi*.

Wassalamu’alaikum.

With love, yours.

Gondol, Bali.
15 June 2016.
Share:

Senin, 06 Juni 2016

Cerita Hari Ini #1 — (Rencana) Move On (Lagi)

Assalamu’alaikum.

Alhamdulillah yah, kita dipertemukan lagi di bulan yang suci ini. Yuk sama-sama upgrade diri, perbaiki hati, dan tingkatkan iman :).


Oiya, saya udah libur dari minggu lalu, tapi baru balik ke Bali tanggal 3 malem dan sampe 4 pagi. Maklum, terlalu cinta sama jurusan haha. Dan beberapa hari kemarin banyak yang mempertanyakan asal saya, lagi-lagi ya. Bingung juga sebenarnya, ‘asal’ yang mereka maksud itu apa? Apakah tempat lahir? Atau tempat tinggal? Pernah waktu itu mencoba untuk mengatakan “Dari Pasuruan”, tapi beberapa hari kemudian dipertanyakan lagi setelah tau kalau saya tinggalnya di Bali. Akhirnya, setiap ditanya “Asalmu dari mana Han?” jawaban saya adalah “Aku lahir di Pasuruan”. Harapannya sih sampe situ aja pertanyaannya, ehh dilalah malah dilanjutin. Ada yang melanjutkan dengan pertanyaan “Terus?”, ada yang menjawab dengan pernyataan “Tapi logatnya gak ada Jawa-Jawanya”. Kaya pas itu, temen-temen magang hublu saya yang gak nyangka kalau saya dari Pasuruan, dan tinggalnya di Bali. Katanya logat saya kaya orang Jakarta :’. Terus Kadep (lebih tepatnya mantan kadep) IM yang kaget saya dari Pasuruan, katanya gak ada jawa-jawanya :’. Yang paling ngenes sih pas selesai rumj terakhir yang saya ikuti, ditanya “Kamu pulang kemana?”, saya jawab “Ke Bali”, dia bales “Dari Pasuruan, pulang ke Bali, *geleng-geleng kepala* gak punya identitas” kurang lebih seperti itu. Ngenes kan, tapi seneng *eak :v. Yang suwewew sih pas saya dikata orang bekasi, bekasi dari mananya :”. Saya Jawa tulen, saya mengerti bahasa Jawa (walaupun selalu didemo setiap ngomong Jawa). Gak tau deh harus ngomong apa lagi, udah bawaannya begini. Iya, memang saya tinggalnya pindah-pindah. Iya, memang saya no maden. Iya, terserah kalian mau bilang apa, as long as you’re happy I will be happy too :’).

Hari ini, hari pertama puasa dan Alhamdulillah saya menjalaninya dengan perasaan sabar. Target hari ini Alhamdulillah terlaksana. Semoga tetap istiqomah sama target-target saya. Termasuk target saya mau bener-bener move on :”. Gak tau deh ini udah keberapa kali saya bilang “Mau move on”. Tapi yang ini bener-bener mau move on, insya Allah :’D. Tapi saya selalu herman, setiap kali hati berniat untuk move on, setiap kali itu pula dia ngechat yang seakan-akan menahan saya untuk move on, sedih :’(. Padahal tadi pagi itu, kayanya Allah sudah memberi petunjuk buat saya. Awalnya, niatnya buka instagram temen gara-gara pengen denger suara yang pernah dia upload, inget saya di instagram. Akhirnya saya buka, eh gak ada. Terus gak tau kenapa langsung kepikiran buat ngeliat followersnya, dan langsung batin dalam hati “Pokoknya kalau ada nama dia, berarti harus move on”. Terus saya buka, saya liat, eh nggak ada, ternyata itu followingnya. Ketika saya liat list followersnya, hmm. I can’t say anything, speechless :’. Yaudah, bulat sudah tekad tadi pagi untuk move on. Semua ss yang di galeri, delete. Postingan dia yang biasanya saya selalu like, saya skip. Chatingan sama dia yang bejibun dan penuh pertengkaran (?), saya hapus semua. Rekaman yang diem-diem saya rekam *hehe maap*, terpaksa masih di save wk. Udah deh, “beneran udahan” kata saya dalam hati. Eh tadi pas evening (?), dia ngechat, ngetes sinyal. Aduh, antara males tapi gak tega kalau gak dibales *tuh kan*. Akhirnya saya jawab singkat aja, dibales lagi. Tadinya mau saya read aja, tapi lagi-lagi gak tega L. Akhirnya saya tanya basa-basi, dijawab. Dan saya read aja, cape, tiba-tiba males. Gak tau deh suka bingung. Selalu gitu. Selalu adaa aja yang menahan saya untuk move on. Padahal deadline move on ((sampe dideadline)) udah lewat 5 bulan lebih. Gila ya, gila, gila gila gila, kuat juga hati saya :v. Entah hati saya yang kuat, entah hati kita yang selalu berusaha menjadi dekat *ashoy* *sirkuiit*.

Oiya, hari ini adek saya yang laki-laki ulang tahun ke-14. Semakin gede aja ya. Padahal dulu dia pas masih kecil (saya pun masih kecil) sering banget saya jejelin jempol kaki saya buat diemut-emut sama dia. Ada sensasi tersendiri gitu kalo jempol kaki diemut-emut wkwk. Antara ketawa jahat gara-gara ngeliat anak balita mau aja diboongin anak kecil, sama geli-geli bahagia diemut jempolnya wkwk. Anehnya, saya gak jijik sama liurnya dia hahaaa. Dasar ya, masih sama-sama polos tapi udah sok-sokan ngadalin :v. Tradisi keluarga saya, kalo ada yang ulang tahun pasti beli es krim atau bakso atau mie ayam, kadang kalo ada duit berlebih beli ayam bakar, makan enyoy dah pokoknya :3. Dan kami pun pesta es krim sambil ngeliat film Captain Philips di TransTV, so nice so good so confident. Pokoknya saran saya abis buka puasa langsung stay tune TransTV, filmnya lumayan bagus-bagus, genrenya kebanyakan action sih emang, tapi seruuu :3. Eh tapi jangan lupa teraweh yaa hehe. Hari ini selain pesta es krim, kami buka puasa pake gorengan, pisang rebus, sama sirup. Tradisi keluarga saya, buka puasa selalu dengan makanan yang kecil-kecil, terus sholat maghrib, terus baru makan nasi.  Dan hari ini kami makan sayur (yang cuma ada di buku resep ibu) sama ikan goreng. Akhirnya makan ikan goreng rumah lagi, setelah hampir 5 bulan makannya itu-itu mulu :’). Sehabis mengisi perut, langsung ke kesibukkan masing-masing. Orang tua saya nonton tv, adek-adek saya yang laki-laki langsung ke masjid, adek saya yang perempuan autis sama hapenya, saya sendiri sibuk membersihkan laptop yang memorinya udah gak ada warnanya (bener-bener full tak bersisa). Namun, akhirnya saya ikut nonton film di tv, soalnya udah gak tau harus ngapain laptop ini biar ada warnanya lagi :’). Oiya, saya 5 bersaudara. Kakak saya perempuan, sekarang masih di Jakarta. Bulan Juli insya Allah dia pkl di Purwokerto. Gak terasa bentar lagi punya kakak yang udah kerja, entar dia punya suami, punya anak, jadi tante deh wkwk :v. Saya beda 2 tahun sama dia. Dulu tuh sering banget  berantem, tapi sering main bareng, partner in crime deh. Dulu itu, dari SD sampe SMA kami hampir selalu satu sekolah. Cuman ketika kuliah, mulai keliatan deh jalur kami masing-masing. Saya di bidang informatika, dia di pelelangan Negara.

Udah ada berapa cerita? Tiga. Saya sih rencananya mau bikin proyek semacam daily vlog tapi di blog (?). Gak menutup kemungkinan juga untuk ngepost postingan dengan genre lain disela-sela daily blog spesial Ramadhan. Enaknya judulnya apa ya? Daily Blog eps. 1 Spesial Ramadhan? Kepanjangan. Ramadhanku #1? Too short. Cerita Hari Ini #1 — Edisi Ramadhan? Sounds good. Tapi kayanya kalo ditambah spesial lebih bagus deh.  Cerita Hari Ini #1 — Edisi Spesial Ramadhan, pas! Tujuan saya sih untuk mengisi hari libur, mengisi blog saya juga, dan mengisi hari-hari kalian ((love)). Sampe sini dulu ya, khawatir sinyal lemot nih pas ngupload. Mau download single dia juga, udah kadung bilang entaran. Maklum, hanya mengandalkan sinyal modem yang katanya gak lelet :’). Jadi maap-maap kalau postingan ini baru ke post besoknya hehe.

Wassalamu’alaikum.

With love, yours.

Gondol, Bali.
6 Juni 2016.
Share: