Hai, apa kabar?
Rasanya telah satu purnama terlewati, padahal bulan
sabit pun belum berganti. Apa memang benar ya kata orang, ketika hati merindu
waktu terasa begitu lama berlalu. Sejam pun terasa seperti setahun, sehari
terasa seabad lamanya.
Alangkah lucunya hati ini. Yang terus menyimpan rasa,
terus berusaha mengikutimu tanpa tanda, terus mencoba melihatmu meski jauh di
mata, dan terus menunggumu tanpa ragu melanda. Walau terkadang rindu ini
membuat gelisah, tak jarang pula membuat hati resah. Apa kabar kamu yang
disana? Lagi dimana? Dengan siapa? Sekarang lagi apa?
Jarak dan waktu memang telah menjadi musuh utama bagiku,
orang yang sedang mencinta. Tanpa tanda tanpa tanya ia hadir diantara aku dan kamu.
Dengan teganya pula ia menghadirkan rindu yang tak terduga. Mengisi setiap
sudut kosong di hati, menghujam jiwa dari pagi hingga pagi lagi, membuat
suasana mendung walau surya terik menyinari.
Aku lebih memilih diam dengan semua perasaan ini. Aku
memilih menyimpan saja rasa rindu ini. Bukan karena takut melihat reaksimu,
apalagi mendengar pengakuanmu. Aku hanya ingin menyimpannya dalam hati, dalam
dimensi yang tak tertandingi. Aku hanya ingin menikmatinya sendiri, merasakan
setiap aroma magi yang menghiasi. Aku hanya ingin menyapamu melalui tulisan, juga memelukmu lewat doa. Karena menyapamu tanpa perantara terlalu jauh, dan memelukmu
langsung belum muhrim.
Ini bukan surat cinta untuk Starla. Ini adalah surat rindu untuk kamu. Dengan tulisan ini aku mengungkapkan perasaanku,
mencoba mengurangi sakit walau sedikit. Karena sesungguhnya aku tak ingin
tenggelam dalam setiap resah yang hadir bersama jarak dan waktu yang membawa
rindu. Karena sesungguhnya aku tak ingin terus terbuai dalam elegi yang tak
kenal henti.
Semoga saja semogaku dipertemukan dengan aminmu, dan semogamu dipertemukan dengan aminku. Lalu
membawa kita pada satu muara, yang memberi kedamaian hati bagi keduanya, tanpa
ada yang tersakiti, tanpa ada yang terdzalimi.
Aamiin.
Brebes, siang hari.
20 Juni 2017.
0 Comment:
Posting Komentar