Siapa sih yang gak kenal ketupat?
Salah satu makanan khas yang sudah mendunia se-antero jagat raya (lebay) yang
banyak ditemukan di hari raya baik idul fitri maupun idul adha. Disini, saya
gak akan membahas panjang lebar dikali panjang diagonal-diagonal *apaan sih
han* tentang sejarah dan asal-usul ketupat. Kalo masih penasaran silakan aja googling atau tanya eyang-eyang kalian
yang hidup di zaman Kerajaan Demak tepatnya abad ke-15. Kalo males googling, yaudah lanjutin baca postingan
ini aja ya sampe abis *haha*.
Pada umumnya, ketupat itu
berbentuk layang-layang, bukan ketupat(?). Ini beneran. Mungkin kebanyakan
orang menganggap bahwa bentuknya ketupat itu ya ketupat atau lebih familiar
kalo saya katakan seperti bentuk wajik. No
guys, it’s literally wrong. Coba sekarang saya tanya, pernah liat ketupat
yang panjang diagonal-diagonalnya sama? Yang menurut teori matematika kalo
ketupat/wajik itu panjang diagonalnya sama, pernah gak? Gak pernah kan. Ketupat-ketupat
yang sering kita lihat di mall-mall yang bentuknya terlihat seperti ketupat itu
juga gak literally ketupat, diagonalya
pasti gak sama plek plek (?), gak perfectly
bentuk ketupat. Karena emang di dunia ini gak ada yang sempurna hahaha.
Udah bosen? Tenang-tenang. Kali ini
bakalan bahas sesuai dengan judulnya: FILOSOFI KETUPAT. Jenis-jenis ketupat
beda-beda antara daerah satu dengan lainnya. Walaupun berbeda-beda, tapi tetap sama
bahan-bahannya:
1. Daun
kelapa/janur
Kenapa janur
yang dipakai? Karena kalo kita pake pita kaya ketupat yang di mall-mall entar
gak bisa menahan betapa beratnya beras *seberat apasih beras*. Janur sendiri
usut punya usut berasal dari kata jatining nur yang artinya hati nurani. Ketupat
aja punya hati nurani, masa kamu enggak?
2. Beras
Yha, kalo gak
pake beras mau pake apa? Ketan? Mahal. Udah, beras paling cocok deh pokoknya
*maksa*. Dan beras ini dipilih juga sebagai simbol nafsu duniawi.
3. Anyaman
Sebenarnya ini
bukan bahan sih, tapi ciri khasnya ketupat. Karena bukan ketupat namanya kalo
gak dianyam. Dan anyaman ini menyimbolkan bahwa dunia itu kadang di atas,
kadang di bawah, persis anyaman yang silih berganti menindih dan ditindih. Selain
itu, anyaman yang terlihat mudah namun cenderung sulit itu menyimbolkan betapa
ribet dan riweuhnya kehidupan, banyak tantangan dan halangan yang harus
dilewati, hingga akhirnya mempertemukan ujung janur yang kanan dan kiri.
Screenshoot. Terima kasih kamu. |
Kesimpulannya adalah ketupat
melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani, dimana dengan payah
dan banyak godaan yang mengusik hati harus kita lewati untuk mencapai satu
tujuan, satu kemenangan yakni idul fitri. Setelah jatuh dan bangun membendung
nafsu duniawi, menerjang badai menembus ombak (?), akhirnya kita merayakan
kemenangan umat Islam pada tanggal 1 Syawal. Masya Allah.
Selain itu, ketupat ini
mengajarkan kita untuk bersabar. Karena menganyam janur menjadi bentuk layang-layang
tidak semudah menghabiskannya. Harus sabar, sabar, dan sabar. Karena yang kita
hadapi adalah benda mati, tidak punya perasaan. Kadang ngadepin orang yang
punya perasaan aja susah kan? :’). Kita juga harus konsentrasi dan pantang
menyerah. Walau janurnya kadang suka suwewew, tapi kita harus tetep
mengendalikan janurnya. Jangan sampe janur yang mengendalikan kita *azeek*.
Dan yang paling penting, ketupat
itu mengajarkan kita untuk selalu bersabar dalam ekspedisi bertemu jodoh. Kita harus
melewati jalan yang berliku-liku, gak jarang bertemu jalan buntu, harus mundur
dan mencari jalan baru, hingga akhirnya bertemu dengan doi yang sudah disiapkan
Allah sejak dulu :)). Haha.
Terima kasih udah baca sampe
akhir. Walaupun rada gak jelas cenderung absurd, tapi insya Allah bermanfaat ya
buat mengisi kelonggaran waktu kalian. Dan postingan ini saya buat mengacu pada
foto yang diupload oleh salah seorang di instagram, dengan sebelumnya sebuah
inspirasi menulis gara-gara abis bikin ketupat yang membutuhkan waktu 3 menit
untuk satu ketupat, membanggakan :’).
Brebes, sore hari.
13 Juli 2016.
0 Comment:
Posting Komentar